Environmental, Social, and Governance (ESG) adalah konsep yang semakin mendominasi lanskap bisnis global, terutama dalam beberapa dekade terakhir. ESG tidak hanya berfokus pada kinerja keuangan perusahaan, tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan, sosial, dan tata kelola. Penerapan ESG di Indonesia kian relevan, terutama setelah negara ini meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016. Komitmen ini merupakan langkah konkret dalam memerangi perubahan iklim dan memajukan keberlanjutan.
Paris Agreement atau Perjanjian Paris adalah kesepakatan global yang ditandatangani pada tahun 2015 oleh hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Perjanjian ini bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2°C dan berupaya untuk mencapai 1,5°C dibandingkan dengan level pra-industri. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara-negara yang terlibat harus mengambil langkah-langkah ambisius guna mengurangi emisi gas rumah kaca, beralih ke energi terbarukan, dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim.
Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap Paris Agreement dengan meratifikasi perjanjian ini melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016. Ratifikasi ini menandakan bahwa Indonesia secara hukum terikat untuk memenuhi target-target yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut. Di bawah UU No. 16 Tahun 2016, Indonesia diwajibkan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang sejalan dengan tujuan Paris Agreement, termasuk pengurangan emisi karbon, perlindungan hutan, dan pengembangan energi terbarukan.
Dalam konteks ESG, Paris Agreement memberikan kerangka kerja yang jelas bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. ESG mendorong perusahaan untuk tidak hanya fokus pada keuntungan finansial jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan, masyarakat, dan tata kelola. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Paris Agreement dapat diintegrasikan ke dalam strategi ESG perusahaan, sehingga membantu mereka dalam mengidentifikasi risiko dan peluang yang terkait dengan perubahan iklim.
Beberapa prinsip penting dari Paris Agreement yang relevan dengan penerapan ESG di Indonesia meliputi: pertama, komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Perusahaan diharapkan untuk mengukur dan mengurangi jejak karbon mereka, misalnya dengan beralih ke energi terbarukan atau meningkatkan efisiensi energi. Kedua, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Ini dapat diterapkan melalui kebijakan perusahaan yang mendorong praktik-praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan dan operasional mereka.
Ketiga, peningkatan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Perusahaan harus mengidentifikasi potensi risiko perubahan iklim yang dapat mempengaruhi operasi mereka dan mengambil langkah-langkah untuk memitigasi risiko tersebut. Ini termasuk perencanaan kontinjensi untuk bencana alam atau perubahan dalam pola cuaca yang dapat mempengaruhi bisnis. Keempat, pentingnya transparansi dan pelaporan. Paris Agreement mendorong negara-negara untuk melaporkan kemajuan mereka secara transparan, dan prinsip ini dapat diterapkan dalam konteks ESG dengan meningkatkan keterbukaan perusahaan dalam melaporkan dampak lingkungan dan sosial mereka.
Implementasi ESG yang sejalan dengan Paris Agreement juga dapat memperkuat posisi kompetitif perusahaan. Di era di mana konsumen dan investor semakin peduli dengan keberlanjutan, perusahaan yang berkomitmen terhadap ESG dan Paris Agreement lebih mungkin untuk menarik investasi dan mendapatkan kepercayaan dari pemangku kepentingan. Lebih jauh, penerapan ESG yang efektif dapat membantu perusahaan dalam mengurangi biaya operasional melalui efisiensi energi dan pengelolaan sumber daya yang lebih baik.
Namun, penerapan ESG di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya ESG di kalangan perusahaan, terutama di sektor-sektor yang belum tersentuh oleh regulasi yang ketat. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (IDX), kesadaran dan implementasi ESG di kalangan perusahaan Indonesia masih bervariasi. Perusahaan seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dengan nilai ESG 9,26 menunjukkan bahwa beberapa entitas masih berada di tahap awal penerapan ESG. Sebaliknya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dengan nilai ESG 53,1 mencerminkan tantangan besar dalam mengintegrasikan prinsip ESG.
Perusahaan besar seperti PT Astra International Tbk (ASII) dengan nilai ESG 32,98 dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai ESG 21,67 menampilkan upaya nyata dalam meningkatkan kesadaran ESG mereka, tetapi data ini juga menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam penerapan ESG di berbagai sektor industri. Sementara beberapa perusahaan telah menunjukkan komitmen yang signifikan terhadap ESG, banyak perusahaan lain yang masih perlu mempercepat upaya mereka dalam bidang ini.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia perlu memperkuat regulasi dan insentif yang mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik ESG yang sejalan dengan Paris Agreement. Selain itu, diperlukan upaya bersama dari sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi untuk meningkatkan kesadaran dan menyediakan sumber daya yang diperlukan bagi perusahaan dalam menjalankan ESG. Data IDX menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa perusahaan yang telah mengambil langkah maju dalam mengadopsi prinsip-prinsip ESG, masih ada banyak yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh sektor bisnis di Indonesia secara kolektif berkontribusi terhadap tujuan keberlanjutan global.
Di sisi lain, perusahaan juga harus proaktif dalam mengadopsi dan mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG ke dalam strategi bisnis mereka. Dengan mengadopsi ESG yang sejalan dengan Paris Agreement, perusahaan tidak hanya akan berkontribusi terhadap upaya global dalam mengatasi perubahan iklim, tetapi juga akan memperkuat posisi mereka dalam pasar yang semakin kompetitif. ESG bukan hanya tentang mematuhi regulasi, tetapi juga tentang menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan, pemegang saham, dan masyarakat luas.
Secara keseluruhan, integrasi Paris Agreement dan ESG di Indonesia melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016 merupakan langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Perusahaan yang secara proaktif mengadopsi ESG dan menyesuaikan diri dengan Paris Agreement akan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan dan berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia. Namun, kesenjangan dalam penerapan ESG di kalangan perusahaan Indonesia menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran dan komitmen terhadap ESG di seluruh sektor bisnis.
Paris Agreement dan penerapannya melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016 memberikan landasan penting bagi pengembangan ESG di Indonesia. Komitmen terhadap keberlanjutan yang tercermin dalam ESG tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam jangka panjang. Dengan dukungan regulasi yang kuat dan kesadaran yang terus meningkat, ESG dapat menjadi katalisator bagi pembangunan yang lebih hijau dan berkelanjutan di Indonesia.