As’ad Nugroho (Pemerhati Masalah Bisnis Berkelanjutan)
Environmental, social, and governance (ESG) tengah mengemuka dan menjadi kebutuhan bisnis modern, tentu saja dengan perspektif dan kepentingan yang beragam. Bagi perusahaan, ESG dijalankan antara lain untuk mematuhi aturan yang telah lebih ketat, untuk keberlanjutan bisnis, dan mendapatkan akses keuangan yang lebih baik. Bagi investor, informasi terkait ESG dibutuhkan untuk memastikan mereka mendapatkan partner yang tepat, serta investasinya aman dan profitable untuk jangka panjang. Sedangkan bagi masyarakat umum dan warga dunia, ESG diharapkan memberikan keseimbangan kehidupan yang lebih baik.
Banyak lembaga pemerintah dan lembaga internasional melihat dampak positif dari implementasi ESG, sehingga ikut mengambil kebijakan yang mendukung inisiatif ini. Termasuk di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik, yang menjadi landasan perusahaan di Indonesia menajalankan ESG/bisnis berkelanjutan. Kemenkeu juga telah menerbitkan Kerangka Kerja Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) pada Dukungan dan Fasilitas Pemerintah untuk Pembiayaan Infrastruktur (2022) yang menjadi pedoman sektoral terkait ESG.
Survei yang dilakukan oleh Barnett Waddingham (2022) terkait dengan keputusan investor dalam mengambil keputusan, menunjukkan faktor ESG semakin dipertimbangkan. Sebanyak 91% responden mengindikasikan bahwa mereka mempertimbangkan ESG untuk menanggapi perubahan regulasi dan persyaratan hukum yang terus berkembang. Selain itu, 77% responden menyatakan bahwa pengelolaan risiko adalah alasan utama mereka mempertimbangkan faktor ESG. Sementara 57% responden mengandalkan rekomendasi dari advisor dalam pengambilan keputusan investasi terkait ESG.
Pada praktiknya, perusahaan yang relatif mapan biasanya telah menjalankan aspek-aspek E-S-G dengan cukup baik. Mereka telah menjalankan regulasi yang mengatur aspek-aspek ESG dengan baik, bahkan tidak jarang yang menjalankannya lebih dari yang sekedar diaturnya (beyond compliance). Misalnya banyak perusahaan yang telah meraih proper hijau dan emas, padahal ketentuan dasarnya adalah proper biru. Banyak perusahaan yang memiliki aturan internal terkait governansi yang ketat, melebihi yang diatur dalam UU Perseroan terbatas atau aturan terkait korporasi lainnya.
Tantangan bagi banyak perusahaan kini adalah melakukan integrasi dan penyajian informasi terkait ESG. Dengan integrasi diharapkan akan memberikan hasil yang optimal dan mengurangi proses yang tidak perlu sehingga lebih efisien. Sedangkan dengan penyajian yang baik atas proses dan hasil dari integrasi ESG adalah memperkuat reputasi dan kepercayaan stakeholder dan investor. Kedua hal ini penting diperhatikan agar perusahaan bisa mendapatkan manfaat optimal dari pelaksanaan ESG, begitupun bagi stakeholder dan lingkungan.
Mulai dengan Menetapkan Tujuan
Sebagai pendekatan dan konsep baru, mungkin banyak eksekutif perusahaan yang bertanya tentang bagaimana memulai penerapan ESG. Hal paling fundamental adalah dengan menetapkan tujuan perusahaan atas pelaksanaan ESG tersebut. Tujuan ini bisa lebih spesifik, meskipun juga ada tujuan umumnya yaitu bisnis berkelanjutan. Tujuan spesifik misalnya ingin meningkatkan nilai saham, untuk mendapatkan investasi yang lebih banyak, atau mendapatkan pembiayaan yang lebih murah. Penentuan tujuan spesifik ini penting agar perusahaan lebih fokus dan terarah dalam menjalankan ESG, meskipun banyak hal umum/generik lain pada penerapan ESG.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah memahami pedoman atau standar seputar penerapan ESG. Banyak institusi yang menerbitkan standar baik untuk penerapan ESG serta pelaporan proses dan hasil. Salah satu lembaga yang paling populer di Indonesia adalah Sustainalitycs. Lembaga ini menyediakan layanan penilaian risiko ESG dan rating risiko ESG baik secara sektoral maupun secara global. Tentu saja masih banyak lembaga yang menyediakan standar dan rating ESG seperti SASB, TCFD, dll. Di Indonesia, OJK juga telah menerbitkan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 dan SEOJK Nomor 16/SEOJK.04/2021 tentang Bentuk dan Isi Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik, yang menjadi pedoman pelaporan berorientasi ESG.
Selain itu, di pasar modal juga terdapat inisiatif berupa penerbitan indeks saham yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia berupa IDX ESG Leader, serta Indeks ESG Sector Leaders IDX KEHATI. Inisiatif ini telah mendorong tumbuhnya sejumlah emiten yang memperhatikan dan mengembangkan bisnis yang berbasis ESG.
Dari berbagai standar yang ada, perusahaan perlu memahami dan memilih standar/lembaga mana yang paling sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam menjalankan ESG. Masing-masing standar memiliki kelebihan dan kekhasan, yang secara umum bisa dikatakan akan saling melengkapi. Sustainalitycs misalnya, cukup mudah diterapkan karena pada prinsipnya dalam penilaian mereka menggunakan laporan GRI, yang sudah sangat familiar di Indonesia. SASB memiliki kelebihan berupa penerbitan pedoman sektoral, sehingga perusahaan bisa menerapkan standar tersebut sesuai bidang yang lebih spesifik, sehingga relatif mudah diadopsi. Begitupun dengan berbagai standar lainnya, memiliki kekhasan masing-masing.
Komitmen dan Ownership
Langkah yang tidak kalah penting berikutnya adalah menyiapkan sumber daya pendukung, baik berupa tim kerja maupun sumber daya yang akan menjadi investasi jangka panjang untuk keberlanjutan bisnis. Penyiapan sumber daya ini mencerminkan salah satu komitmen pimpinan untuk implemesntasi ESG. Tanpa sumber daya yang memadai, inisiatif ESG yang baik akan sulit untuk terealisasi.
Membangun ESG juga perlu kesadaran, keterlibatan dan ownership dari seluruh unit kerja dan seluruh karyawan/insan perusahaan. Karena inisiatif di perusahaan biasanya lebih efektif dilakukan secara top-down, maka teladan dan komitmen dari top management sangatlah diperlukan dan menjadi salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan ESG di perusahaan.
Selain pihak internal perusahaan, keterlibatan stakeholder eksternal juga diperlukan untuk menambah keberhasilan pelaksanaan ESG. Stakeholder perlu dilibatkan mulai dari awal identifikasi isu material terkait ESG yang berdampak atau beririsan dengan stakeholder. Stakeholder menjadi pihak yang paling merasakan dan memahami isi-isu material apa saja yang penting untuk diperbaiki, diselesaikan atau dikendalikan oleh perusahaan.
Dalam merumuskan solusi dan membuat tindakan untuk menjawab persoalan yang urgen (material), perusahaan perlu melibatkan stakeholder. Hal ini dimaksudkan agar ada titik kesamaan pandangan serta partisipasi dari stakeholder sesuai kebutuhan dan sesuai kemampuan masing-masing. Dengan demikian maka diharapkan akan melahirkan kolaborasi yang saling memberikan dampak positif bagi masing-masig pihak.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah perlu dilakukan perbaikan terus-menerus (continous improvement), mengingat persoalan ESG akan selalu berkembang. Tantangan bisnis yang dihadapi perusahaan juga akan selalu berkembang dan selalu baru. Perbaikan berkesinambungan ini penting karena tidak menutup kemungkinan akan selalu ada perbaikan pada standar yang sekarang ada, karena lembaga standar juga akan terus menyesuaikan standar sesuai kebutuhan market yang selalu berkembang.