ESG Update – Asia Pacific Climate Week (APCW) 2023 atau Pekan Iklim Asia-Pasifik 2023 adalah sebuah platform kolaborasi regional antara Negara Negara di Asia untuk memberikan kontribusi yang berfokus pada; sistem energi dan industri, kota, permukiman di perkotaan dan perdesaan, infrastruktur, dan transportasi berupa daratan, lautan, makanan dan air, masyarakat, kesehatan dan penghidupan serta perekonomian. Diskusi mengenai topik-topik tersebut menjadi masukan utama untuk selanjutnya dibahas pada Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP-28 yang dilaknsanakan di Dubai tahun ini.
APWC 2023 akan berlangsung dari tanggal 13 – 17 November 2023, diselenggarakan oleh pemerintah Malaysia dan berlokasi di Negara Bagian Johor. Kegiatan ini merupakan bagian dari UNFCCC ((United Nations Framework on Climate Change Conference) dan bekerja sama dengan UNDP, UNEP dan Bank Dunia. Mitra di kawasan Asia yaitu ADB, ESCAP dan IGES.
Isu penting dalam agenda tersebut adalah transisi energy global. Berbagai pihak di kawasan Asia Tenggara perlu mengambil langkah-langkah aksi iklim termasuk aktor non-negara. Partisipasi penuh makna dari aktor non-negara sangat penting dalam mencermati kebijakan yang sedang berjalan dan memberikan masukan untuk perbaikan di masa depan.
Inventarisasi menjadi kegiatan penting untuk melihat kemajuan mitigasi dan komitmen iklim saat ini. Hasil penilaian tersebut kemudian dapat digunakan untuk merancang rekomendasi kebijakan yang kuat. Aktor non-negara dapat memperkaya nuansa inventarisasi global dengan menyelaraskan aksi iklim dengan kepentingan komunitas global.
Wira Agung Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau di Institute for Essentials Services Reform (IESR) menyoroti hal-hal penting yang dapat diambil dari survei global pertama pada Asia Pacific Climate Week 2023 dalam sesi “Integrating the role of NSAs focused on the thematic areas–Adaptation, Finance, and Mitigation”. Ketidakseimbangan pertumbuhan emisi global dibandingkan dengan rencana mitigasi iklim membuat kebutuhan untuk bertransformasi secara sistematis menguat.
“Kita memerlukan ambisi iklim yang lebih besar yang diikuti dengan tindakan dan dukungan pada aksi mitigasi iklim di kawasan (Asia Tenggara-red),” katanya.
Wira menambahkan bahwa untuk mencapai net zero emission memerlukan transformasi sistematis di semua sektor, dan kita perlu memanfaatkan setiap peluang untuk mencapai output yang lebih tinggi. Sektor bisnis dan komersial merupakan aktor penting dalam mempercepat transisi energi karena mereka mengonsumsi energi dalam jumlah besar. Selain itu, beberapa industri (terutama yang terlibat dalam rantai pasok berskala multinasional), mempunyai kewajiban untuk menghijaukan proses bisnisnya.
“Apa yang dapat dilakukan pemerintah bagi dunia usaha (untuk mendekarbonisasi proses bisnis mereka) adalah menyediakan lingkungan yang mendukung jika mereka ingin beralih ke proses bisnis yang lebih berkelanjutan. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif dan disinsentif berdasarkan pilihan sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan dunia usaha,” tutup Wira.