Pada Kamis 9 November Presiden Joko Widodo meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS terapung di Waduk Cirata yang ramah lingkungan dan memiliki kapasitas 192 Megawatt-peak. Peresmian ini memberikan tanda positif bahwa Indonesia mulai bergegass menyambut era baru energy bersih dan ramah lingkungan, juga menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam berkomitmen menangani perubahan iklim dari sektor energi bersih.
PLTS Cirata tercatat sebagai PLTS terbesar se- Asia Tenggara, memiliki luas 200 hektar yang dibangin di atass waduk Cirata. Pembangunannya pun memakan biaya yang fantastis hingga 1,2 trilliun. PLTS ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekosistem investasi hijau berkelanjutan di Indonesia.
“Peresmian PLTS Terapung Cirata ini dapat dilihat sebagai komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan energi surya. Dalam pembangunan PLTS Terapung Cirata ini tak lepas dari teknologi dan inovasi yang canggih dari Tiongkok. Mengingat, Tiongkok merupakan produsen terbesar teknologi energi surya di dunia. Apabila dilihat dengan adanya rencananya Indonesia meningkatkan bauran energi terbarukan, kita mengantisipasi adanya permintaan PLTS yang cukup besar dalam beberapa tahun ke depan,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform pada konferensi pers Smart Transportation and Energy di Indonesia pada Kamis (9/11/2023).
Namun dikatakan, bahwa PLTS di Indonesia akan mengalami kesulitan untuk berkembang walaupun berpotensi mengakselerasi enegri terbarukan dalam bauran energy primer. Mengacu studi IESR, tenaga surya di Indonesia bisa mencapai 3000-20.000 GWp berdasarkan potensi teknis dan kesesuaian lahan. Meski demikian, terdapat beberapa tantangan untuk perkembangan energi surya di Indonesia, seperti implementasi regulasi tentang PLTS. Berdasarkan data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, realisasi kapasitas terpasang PLTS pada 2022 ialah 271,6 MW atau jauh di bawah rencana 893,3 MW.
“Adanya kebijakan membatasi pemanfaatan PLTS sekitar 10-15 persen dari kapasitas membuat keekonomian PLTS menjadi rendah dan tidak menarik. Sepanjang 2021-2022, kondisi PLTS atap khususnya mengalami stagnasi. Tetapi, sejak awal tahun ini sudah ada upaya untuk merevisi peraturan tersebut untuk mencegah ketidakpastian dan prosesnya cukup panjang, bahkan sudah dibahas di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) revisi tentang PLTS. Sayangnya, proses tersebut belum selesai dan masih memerlukan koordinasi lebih lanjut antar Kementerian/Lembaga,” ujar Fabby Tumiwa dalam konferensi pers Smart Transportation and Energy di Indonesia pada Kamis (9/11/2023).
Fabby Tumiwa berharap agar kondisi ketidakpastian tersebut perlu segera diselesaikan dan memerlukan ketegasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terlebih, Indonesia baru saja meresmikan PLTS Terapung Cirata dan menjadikan PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara.
1 Comment