Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) resmi ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan Undang-Undang ini dilaksakanakan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ke-13 Masa Persidangan II di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengapresiasi langkah awal DPR RI dalam mengusulkan revisi Undang-Undang Minerba. Menurutnya, tindakan ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan tata kelola pertambangan minerba. Tujuan akhirnya adalah menjadikan sektor ini sebagai penggerak utama ekonomi, yang bergantung pada pemanfaatan sumber daya alam, dan memastikan bahwa keuntungan dari industri tersebut didistribusikan secara merata ke seluruh rakyat.
“Sejalan dengan prioritas pembangunan Kabinet Merah Putih yang tertuang dalam Asta Cita yaitu untuk memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru serta melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri,” ujar Bahlil saat menyampaikan pendapat akhir Pemerintah atas RUU Minerba.
Selain itu, Bahlil menjelaskan bahwa RUU Minerba yang disampaikan oleh DPR RI kepada Presiden Prabowo Subianto memiliki 14 pasal yang perlu diubah, dan pemerintah kemudian membuat 256 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
“Dalam pembahasan yang lebih terperinci terdapat kesepakatan untuk menyempurnakan Undang-Undang baik mengubah Pasal yang telah ada maupun dengan menyisipkan pasal-pasal baru dengan hasil mengubah 20 Pasal dan penambahan 8 Pasal baru,” tambahnya.
Sedangkan perubahan atau penambahan pasal pada Undang-Undang Minerba yaitu sebagai berikut:
1. Tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah mengamanatkan beberapa penyesuaian dalam Undang-Undang terkait dengan pemaknaan jaminan ruang dan perpanjangan kontrak;
2. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), atau Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi penetapan tata ruang dan kawasan serta tidak ada perubahan tata ruang dan kawasan bagi pelaku usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR);
3. Pengutamaan Kebutuhan Batubara dalam Negeri sebelum dilakukan penjualan ke luar negeri (Domestic Market Obligation/DMO);
4. WIUP Mineral Logam atau Batubara diberikan kepada koperasi, badan usaha kecil dan menengah, dan badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan yang menjalankan fungsi ekonomi dengan cara pemberian prioritas;
5. Pemberian pendanaan bagi perguruan tinggi dari sebagian keuntungan pengelolaan WIUP dan WIUPK dengan cara prioritas kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta, dalam rangka meningkatkan kemandirian, layanan pendidikan, dan keunggulan Perguruan Tinggi;
6. Dalam rangka hilirisasi dan industrialisasi, pelaksanaan Pemberian WIUP/WIUPK dengan cara prioritas kepada BUMN atau Badan Usaha Swasta bagi peningkatan nilai tambah di dalam negeri;
7. Pemerintah dapat melakukan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta untuk melakukan penyelidikan dan penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek pada wilayah penugasan;
8. Pelayanan perizinan berusaha melalui sistem pelayanan perizinan berusaha pertambangan Mineral dan Batubara melalui sistem Online Single Submission (OSS);
9. Pelaksanaan audit lingkungan sebagai persyaratan perpanjangan Kontrak Karya/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan diperpanjang menjadi IUPK sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
10. Pengembalian lahan yang tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUP-nya kepada negara;
11. Peningkatan komitmen pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dan penegasan perlindungan terkait hak masyarakat dan/atau masyarakat adat; dan
12. Memberikan waktu kepada Pemerintah dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan untuk menyelesaikan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang.
Dengan pengesahan RUU Minerba, Bahlil berterima kasih kepada semua orang yang telah membantu dan berdedikasi dalam proses pembentukannya. Menurut Bahlil, tujuan dari Undang-Undang Minerba adalah untuk memperbaiki tata kelola pertambangan, memberikan kepastian hukum dan upaya, dan mendorong hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Selain itu, diharapkan UU Minerba akan membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan penerimaan negara, dan yang terpenting, akan memberikan manfaat yang paling besar bagi kemajuan Indonesia dan kesejahteraan yang merata bagi semua rakyat.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota DPR-RI yang terhormat khususnya kepada Badan Legislasi DPR RI yang dengan penuh dedikasi, kerja keras, pemikiran, perhatian, serta kerjasama yang baik bersama Pemerintah dan DPD RI sehingga dapat menyelesaikan pembahasan RUU ini. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada Badan Keahlian DPR RI, tenaga ahli, dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan, masukan, pemikiran, dan perhatian terhadap penyempurnaan dan penyelesaian RUU ini,” ungkap Bahlil.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, yang memimpin Rapat Paripurna mengambil keputusan dengan ketok palu untuk meresmikan RUU Minerba menjadi UU setelah seluruh fraksi menyetujui pengesahan UU tersebut. Ia juga menyatakan rasa terima kasihnya kepada perwakilan pemerintah yang telah melakukan kerja sama yang luar biasa.
“Melalui forum ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat, Menteri ESDM, Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Hukum, atas segala peran serta dan kerjasama yang telah diberikan selama pembahasan rancangan UU tersebut,” tutup Adies.